Kamis, 30 Juli 2009

ATONIA UTERI

Pendarahan Karena Atonia Uteri

Masalah :

Perdarahan post partum akibat atonia uteri, apakah juga dipengaruhi oleh psikologis ibu?

Sarie

Jawaban :

Salam Sehat Sarie, Semoga kita selalu diberikan ni'mat sehat dari Allah SWT.

Semoga ditahun depan kita selalu diberikan kekuatan untuk merubah diri menjadi lebih sehat. Amin.

Perdarahan post partum akibat atonia uteri yang diutarakan Mba Sarie, merupakan penyebab terbanyak perdarahan setelah melahirkan. Secara garis besar penyebabnya perdarahan pasca bayi lahir adalah karena tonus, tissue, trauma dan thrombin. Agar lebih mudah mengingat kita singkat jadi 4T.

Pada kasus ini, atonia uteri (di mana uterus atau rahim tidak ada kontraksi sama sekali) disebabkan tonus dari rahim yang tidak adekuat. Beberapa faktor yang mempengaruhi tonus dari rahim:

1. Over-distensi (peregangan yang berlebihan dari otot dinding rahim)
2. Kelainan dari rahim itu sendiri (Misalnya: pada bekas sectio)
3. Lamanya pembukaan saat akan melahirkan
4. Persalinan yang terlalu dipercepat (Misalnya: pemberian obat pemercepat lahir)
5. Radang pada cairan ketuban

Di sini tidak disebutkan faktor psikologis dari sang Ibu. Namun tetap saja persiapan melahirkan secara psikis dari sang ibu harus ditekankan sebelum dan selama persalinan. Layaknya seorang mujahidah yang bertempur, semangat tetap dibutuhkan, terutama dari suami.

ANC

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keteraturan ANC
2.1.1 Keteraturan
Keteraturan adalah kesamaan keadaan, kegiatan atau proses yang terjadi beberapa kali atau lebih, keadaan atau hal teratur (Hoetomo, 2005).
Dalam hal ini bagaimana ibu hamil memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kehamilan.
2.1.2 Keteraturan ANC
Keteraturan ANC adalah kedisiplinan / kepatuhan ibu hamil untuk melakukan pengawasan sebelum anak lahir terutama ditujukan pada anak.
Kunjungan antenatal untuk pemanfaatan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut :
2.1.2.1 Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu)
2.1.2.2 Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28)
2.1.2.3 Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36 dan sesudah minggu ke 36)
(Saifuddin, AB, 2002)

Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat penting.
Tabel 2.1 Informasi Penting Tentang Kunjungan Antenatal
Kunjungan Waktu Informasi Penting

Trimester pertama Sebelum minggu ke 14 •

Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil.
• Mendeteksi masalah dan menanganinya
• Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan
• Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi
• Mendorong perilaku yang shat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya
Trimester kedua Sebelum minggu ke 28 Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu tentang gejala – gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk apakah ada kehamilan ganda
Trimester ketiga Antara minggu 28-36 Sama seperti diatas, dtambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda
Trimester ketiga Setelah 36 minggu Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.

2.2 Konsep Dasar Antenatal Care (ANC)ch06_image03trimester1
2.2.1 Batasan Antenatal Care (ANC)
2.2.1.1 Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998).
2.2.1.2 Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan tahu dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada stiap kunjungan antenatal (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, 2002).
2.2.1.3 Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Prawiroharjo, 1999).
2.2.1.4 Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil dangan kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan. Serta observasi selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah, 2006).
2.2.1.5 Kunjungan Antental Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan
pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan
kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Henderson, 2006).

2.2.2 Tujuan
Tujuan dari ANC adalah sebagai berikut :
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu dan bayi.
3. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakti secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempesiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
7. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
Menurut Depkes RI(1994) tujuan ANC adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.
Menurut Rustam Muchtar (1998) adalah :
Tujuan umum adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.

Tujuan khusus adalah
1. Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan,persalinan,dan nifas.
2. Mengenali dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin diderita sedini mungkin.
3. Menurunkan angka morbilitas ibu dan anak.
4. Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (1999) tujuan ANC adalah menyiapkan wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.
Sedangkan menurut Manuaba (1998) secara khusus pengawasan antenatal bertujuan untuk:
1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, persalinan, dan nifas.
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, kala nifas.
3. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana.
4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal

2.2.3 Jadwal Pemeriksaan Kehamilan
Menurut Abdul Bari Saifudin, kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : sampai dengan kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan,dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan.
Walaupun demikian, disarankan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dengan jadwal sebagai berikut : sampai dengan kehamilan 28 minggu periksa empat minggu sekali, kehamilan 28-36 minggu perlu pemeriksaan dua minggu sekali, kehamilan 36-40 minggu satu minggu sekali (Salmah, 2006).
Sebaiknya tiap wanita hamil segera memeriksakan diri ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan. Pemeriksaan dilakukan tiap 4 minggu sampai kehamilan. sesudah itu, pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah 36 minggu (Sarwono, 1999).

PUSTAKAbook-02
Manuaba, IBG, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Penelitian Bidan, Jakarta : EGC.
Mochtar, R, 1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,Obstetri Patologis, Jakarta : EGC

Bobak, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC.
Cunningham, F. Gary, 2005, Obstetri Williams, Jakarta : EGC.

Minggu, 26 Juli 2009

uterus




SENAM NIFAS



Selamat ya buat Mom’s yang baru saja melahirkan bayi kecilnya. Masih dalam masa nifas? Jangan takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula.Nah salah satu yang bisa dilakukan diantaranya adalah senam nifas.

Apasih senam nifas?
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh. Tentu saja senam ini dilakukan pada saat sang ibu benar benar pulih.

Manfaat senam nifas
Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperbaiki otot tonus,pelvis dan perenggangan otot abdomen atau disebut juga perut pasca hamil dan memperbaiki juga memperkuat otot panggul.

Gimana sih caranya?
Gerakan senam nifas ini dilakukan dari gerakan yang paling sederhana hingga yang tersulit. Dan sebaiknya dilakukan secara bertahap dan terus menerus (continue).
Lakukan pengulangan setiap 5 gerakan dan tingkatkan setiap hari sampai 10 kali.

Hari pertama :
Sikap tubuh terlentang dan rileks,kemudian lakukan pernafasan perut diawali dengan mengambil nafas melalui hidung,kembungkan perut dan tahan hingga hitungan ke-5 atau hitungan ke-8 kemudian buang melalui mulut. Lakukan hingga 5-10 kali.

Hari Kedua :
Sikap tubuh terlentang tapi kedua tangan dibuka lebar hingga sejajar dengan bahu kemudian pertemukan kedua tangan tersebut tepat diatas muka. Lakukan gerakan ini hingga 5-10 kali.

Hari Ketiga :
Berbaring dengan posisi tangan di samping badan, angkat lutut dan pantat kemudian diturunkan kembali. Ulangi 5 sampai 10 kali.

Hari Keempat :
Tubuh tidur terlentang, tekuk lutut dan angkat kepala sambil mengangkat pantat. Lakukan 5 sampai 10 kali pengulangan.

Hari kelima :
Tubuh tidur terlentang, kaki lurus, bersama-sama dengan mengangkat kepala, tangan kanan, menjangkau lutut kiri yang ditekuk, diulang sebaliknya.

Hari Keenam :
Tidur terlentang, kaki lurus, kemudian lutut ditekuk ke arah perut 90o secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan.

Hari ketujuh :
Tidur terlentang kaki lurus kemudian kaki dibuka sambil diputar ke arah luar secara bergantian.

Hari ke 8,9,10 :
Tidur terlentang kaki lurus, kedua telapak tangan diletakkan di tengkuk kemudian bangun untuk duduk (sit up).


DIAMBIL DARI:
/www.ibudananak.com/

Senin, 20 Juli 2009

ASKEB BBL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan adekuat.
a. Kelainan yang terjadi pada kelahiran cunam/vakum biasanya disebabkan oleh tarikan atau tahanan dinding jalan lahir terhadap kepala bayi.
1. Kelainan Perifer
1) Molding
2) Kaput suksedanum
3) Sefalhematum
4) Perdarahan subaponeurosis
5) Kerusakan saraf perifer
6) Trauma pada kulit
7) Perdarahan subkojungtiva
8) Perdarahan retina
2. Kelainan Sentral
1) Iritasi sentral
2) Perdarahan/gangguan sirkulasi otak
3. Keluhan dengan seksio sesarea
4. Kelainan presentasi bokong
5. Kelahiran presentasi muka
6. Kelahiran letak lintang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi lahir dengan trauma lahir.

1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami trauma kelahiran pada bayi baru lahir khususnya
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian baik secara subyektif maupun obyektif pada bayi baru lahir dengan trauma lahir
3. Mahasiswa mampu membuat analisa data dan mengidentifikasi perlunya segera untuk melakukan kolaborasi maupun rujukan ke instalasi yang lebih tinggi
4. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan trauma kelahiran khususnya.
5. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir sesuai dengan rencana yang telah diuraikan.
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi dan hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.

1.3 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di perpustakaan kampus maupun rumah sakit.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Menguraikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teori
Menguraikan konsep dasar bayi baru lahir dengan trauma lahir meliputi definisi, etiologi, gambara klinis, prognosis, penanganan pasien dan penyulit yang diderita pasien.
BAB III : Tinjauan Kasus
Berisi tentang pengkajian data subyektif dan obyektif, analisa data, assesment/diagnosa, planning, implementasi, serta evaluasi.
BAB IV : Penutup
Berisi tentang kesimpulan dari tinjauan teori dan tinjauan kasus, serta saran dan untuk makalah asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Trauma atau Cedera Kelahiran
Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran (IKA, Jilid I).
Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian. Perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan banyak kemajuan dalam bidang obstetri, khususnya pertimbangan seksio sesarea atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma lahir. Angka kejadian trauma lahir yang mempunyai arti secara klinis berkisar antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor risiko yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan lama, persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya faktor manusia penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya dengan cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula. Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.

2.1.1 Perlakuan Pada Susunan Syaraf
2.1.1.1 Paralis Pleksus Brakialis
Brachial Palsy ada 2 jenis, yakni :
a. Paralisis Erb-Duchene
Kerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus biokialis menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.
Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.
Secara klinis di samping gejala kelumpuhan Erb akan terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas.
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.
b. Paralisis Klumpke
Kerusakan cabang-cabang C8 – Ih1 pleksus brakialis menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan, maka bayi tidak dapat mengepal.
Penyebabnya adalah tarikan yang kuat daerah leher pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Sering dijumpai pada letak sungsang atau pada letak kepala bila terjadi distosia bahu.
Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif, telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif. Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat simdrom HORNER yang ditandai antara lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut.
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.
c. Paralisis Nervus Frenikus
Trauma lahir saraf frenikus terjadi akibat kerusakan serabut saraf C3, 4, 5 yang merupakan salah satu gugusan saraf dalam pleksus brakialis. Serabut saraf frenikus berfungsi menginervasi otot diafragma, sehingga pada gangguan radiologik, yang menunjukkan adanya elevasi diafragma yang sakit serta pergeseran mediastinum dan jantung ke arah yang berlawanan. Pada pemeriksaan fluoroskopi, disamping terlihat diafragma yang sakit lebih tinggi dari yang sehat, terlihat pula gerakan paradoksimal atau seesawmovements pada kedua hemidiafragma. Gambaran yang akan tampak adalah waktu inspirasi diafragma yang sehat bergerak ke bawah, sedang diafragma yang sakit bergerak ke atas, gambaran sebaliknya tampak pada waktu ekspirasi. Pada pemeriksaan fluoroskopi terlihat mediastinum bergeser ke posisi normal pada waktu inspirasi.
Pengobatan ditujukan untuk memperbaiki keadaan umum bayi. Bayi diletakkan miring ke bagian yang sakit, disamping diberikan terapi O2. Pemberian cairan Intra Vena pada hari-hari pertama dapat dipertimbangkan bila keadaan bayi kurang baik atau dikhawatirkan terjadinya asidosis. Jika keadaan umum telah membaik, pemberian minum per oral dapat dipertimbangkan. Pada kasus demikian perlu pengawasan cermat kemungkinan pneumonia hipostatik akibat gangguan fungsi diafragma pada bagian yang sakit. Pemberian antibiotik sangat dianjurkan bila gangguan pernafasan terlihat berat atau kelumpuhan saraf frenikus bersifat bilateral, maka dapat dipertimbangkan penggunaan ventilator. Penggunaan pacu elektrik diafragma dapat digunakan dianjurkan bila sarana memungkinkan serta kontraksi otot diafragma cukup baik. Tindakan bedah dapat dilakukan bila saat nafas sangat berat atau sesak nafas bertambah berat walaupun telah dilakukan pengobatan konservatif yang memadai. Walupun bayi tidak menunjukkan gejala sesak berat tetapi pada pemeriksaan radiologi, 3 – 4 bulan kemudian fungsi hemidiafragma yang sakit tidak menunjukkan kemajuan yang berarti, maka perlu dipikirkan terhadap kemungkinan tindakan bedah.
d. Kerusakan Medulla Spinalis
Gejala tergantung bagian mana dari medulla spinalis yang rusak, dijumpai gangguan pernafasan, kelumpuhan kedua tungkai dan retensiourin. Hal ini dapat terjadi letak sungsang, presentasi muka dan dahi, atau pada distosia persalinan, disebabkan tarikan, hiperfleksi, atau hiperekstensi yang berlebihan. Penanganan dengan berkonsutasi pada bagian Neurologi.
e. Paralisis Pita Suara
Terjadi kerusakan pada cabang lain n. vagus menyebabkan gangguan suara (afonia), stridor inspirasi, atau sindroma gangguan pernafasan. Hal ini disebabkan tarikan, hiperfleksi atau hiperekstensi yang berlebihan di daerah leher sewaktu persalinan. Kelainan ini dapat menghilang sendiri setelah 4 – 6 minggu tetapi pada yang berat memerlukan penanganan khusus seperti trakeostomi.
2.1.2 Fraktur (Patah Tulang)
a. Fraktur Tulang Tengkorak
Jarang terjadi karena tulang tengkorak bayi masih cukup lentur dan adanya daya molase pada sutura tulang tengkorak. Trauma ini biasanya ditemukan pada kesukaran melahirkan kepala bayi yang mengakibatkan terjadinya tekanan yang keras pada kepala bayi oleh tulang pervis ibu. Kemungkinan lain terjadinya trauma ini adalah pada kelahiran cunam yang disebabkan oleh jepitan keras umumnya berupa fraktur linier atau fraktur depresi, fraktur basis kranu jarang terjadi.
Pada fraktur linier, secara klinis biasanya disertai adanya hematoma sefal didaerah tersebut. Umumnya tingkah laku bayi terlihat normal saja kecuali bila fraktur linier ini disertai perdarahan ke arah subdural atau subarachnoid. Diagnosa fraktur atau fisura linier tanpa komplikasi tidak memerlukan tindakan khusus, tetapi pemeriksaan ulang radiologik perlu memerlukan 4 – 6 minggu kemudian untuk meyakinkan telah terjadinya penutupan fraktur linier tersebut, di samping untuk mengetahui secara dini kemungkinan terjadinya kista leptomeningeal di bawah tempat fraktur. Prognosis fraktur linier baik, biasanya akan sembuh sedini dalam beberapa minggu. Bila terjadi komplikasi seperti kista. Pengobatan oleh bidang bedah syaraf harus dilakukan sedini mungkin.
Fraktur depresi secara klini jelas terlihat teraba adanya lekukan pada atap tulang tengkorak bayi. Trauma lahir ini lebih sering ditemukan pada kelahiran dengan cunam. Fraktur depresi yang kecil tanpa komplikasi atau tanpa gejala neurologik biasanya akan sembuh sendiri tanpa tindakan, tetapi memerlukan observasi yang terliti. Pada lekukan yang tidak terlalu lebar tanpa gejala neurologik, beberapa cara sederhana dapat dilakukan untuk mengangkat lekukan tersebut, seperti teknik penekanan pinggir fraktur atau dengan pemakaian pompa susu ibu sebagai alat vakum pada lekukan tersebut. Pada fraktur depresi yang besar, apalagi jika disertai adanya trauma intrakranial dan gejala kelainan neurologik, perlu dilakukan intervensi bedah syaraf untuk mengangkat lekukan tulang guna mencegah kerusakan korteks serebri akibat penekanan lekukan tulang. Prognosis fraktur depresi umumnya baik bila tindakan pengobatan yang perlu dapat segera dilaksanakan.
b. Fraktur Tulang Klavikula
Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering ditemukan dibandingkan dengan trauma tulang lainnya. Trauma ini ditemukan pada kelahiran letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu melahirkan bahu, atau sering pula ditemukan pada waktu melahirkan bahu atau sering juga terjadi pada lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur freenstick, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini ditemukan 1 – 2 minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus.
1. Gejala Klinis
Yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan adanya trauma lahir klavikula jenis greenstick adalah :
1) Gerakan tangan kanan-kiri tidak sama
2) Refleks moro asimotris
3) Bayi menangis pada perabaan tulang klavikula
4) Gerakan pasif tangan yang sakit disertai riwayat persalinan yang sukar.
2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula
1) Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat pembentukan kalus.
2) Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 600 dan fleksi pergelangan siku 900.
3) Umumnya dalam waktu 7 – 10 hari rasa sakit telah berkurang dan pembentukan kalus telah terjadi.
c. Fraktur Tulang Humerus
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.

1. Gejala Klinis
1) Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
2) Refleks moro asimetris
3) Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit
4) Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
Letak fraktur umumnya di daerah diafisi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang humerus
1) Imobilisasi selama 2 – 4 minggu dengan fiksasi bidai
2) Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih ringan dengan deformitas, umumnya akan baik.
3) Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal
d. Fraktur Tulang Femur
Umumnya fraktur pada kelahiran sungsang dengan kesukaran melahirkan kaki. Letak fraktur dapat terjadi di daerah epifisis, batang tulang leher tulang femur.
1. Gejala Klinis
1) Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya gerakan kaki yang berkurang dan asimetris.
2) Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada tulang femur.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
2. Pengobatan fraktur tulang femur
1) Imobilisasi tungkai bawah dengan jalan fiksasi yang diikuti oleh program latihan
2) Dirujuk ke bagian bedah tulang
2.1.3 Perlakuan Jaringan Lunak Bayi Baru Lahir
1. Kaput Suksedaneum
Kaput suksedaneum merupakan benjolan yang difus dikepala terletak pada prosentasi kepala pada waktu bayi lahir.
Kelainan ini timbul akibat tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan sirkulasi-kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstra vasa.
Gambaran klinisnya, benjolan kaput berisi cairan serum dan sering bercampur sedkit darah. Secara klinis benjolan ditemukan di daerah presentasi lahir, pada perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas, tidak berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan.
Kaput suksedaneum dapat terlihat segera setelah bayi lahir dan akan hilang sendiri dalam waktu dua sampai tiga hari umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus.
2. Sefalohematoma
Sefalohematoma merupakan suatu perdarahan subperiostal tulang tengkorak berbatas tegas pada tulang yang bersangkutan dan tidak melewati sutura.
Sefalohematoma timbul pada persalinan dengan tindakan seperti tarikan vakum atau cunam, bahkan dapat pula terjadi pada kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi. Akibatnya timbul timbunan darah di daerah subperiost yang dari luar terlihat sebagian benjolan.
Secara klinis benjolan Sefalohematoma benbentuk benjolan difus, berbatas tegas, tidak melampaui sutura karena periost tulang berakhir di sutura. Pada perabaan teraba adanya fluktuasi karena merupakan suatu timbunan darah yang letaknya dirongga subperiost yang terjadi ini sifatnya perlahan-lahan benjolan timbul biasanya baru tampak jelas beberapa jam setelah bayi lahir (umur 6 – 8 jam) dan dapat membesar sampai hari kedua atau ketiga. Sefalohematoma biasanya tampak di daerah tulang perietal, kadang-kadang ditemukan ditulang frontal. Benjolan hematoma sefal dapat bersifat soliter atau multipel.
Sefalohematoma pada umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus. Biasanya mengalami resolusi sendiri dalam 2 – 8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Sefalohematoma jarang menimbulkan perdarahan masif yang memerlukan transfusi, kecuali pada bayi yang mempunyai gangguan pembekuan. Pemeriksaan radiologik pada hematoma sefal hanya dilakukan jika ditemukan adanya gejala susunan saraf pusat atau pada hematoma sefal yang terlalu besar disertai dengan adanya riwayat kelahiran kepala yang sukar dengan atau tanpa tarikan cunam yang sulit ataupun kurang sempurna.
3. Perdarahan Subafoneurosis
Perdarahan subafoneurosis merupakan perdarahan masif dalam jaringan lunak di bawah lapisan aponeurosis epikranial. Trauma lahir ini sering disebut pula sebagai “hematoma sefal subaponeurosis”.
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh vena emisaria. Perdarahan timbul secara perlahan dan mengisi ruang jaringan yang luas, sehingga benjolan trauma lahir ini biasanya baru terlihat setelah 24 jam sampai hari kedua pasca lahir. Pada perdarahan yang cepat dan luas, benjolan dapat teraba 12 jam setelah bayi lahir. Pada umumnya bayi lahir dengan letak kepala yang tidak normal atau kelahiran dengan tindakan misalnya tarikan vakum berat.
Pada benjolan yang luas perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan sistem pembekuan. Bayi perlu mendapat vitamin K. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan yang luas. Dalam keadaan ini mungkin dapat timbul renjatan akibat perdarahan. Pengobatan dalam keadaan ini berupa pemberian transfusi darah. Komplikasi lain adalah kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia akibat resorpsi timbunan darah.
4. Trauma Muskulus Sternokleido-Mastoideus
Adalah suatu hematoma (tumor yang dijumpai pada otot sternokleidomastoideus). Trauma ini sering disebut pula sebagai “tortikolis” otot leher.
Diduga trauma terjadi akibat robeknya sarung otot sternokleido-mastoideus. Perobekan ini menimbulkan hematoma, yang bila dibiarkan akan diikuti pembentukan jaringan fibrin dan akhirnya akan menjadi jaringan sisa. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa dasar kelainan ini telah dijumpai sejak kehidupan intrauterin sebagai gangguan pertumbuhan otot tersebut atau pengaruh posisi fetus intrauterin.
Secara klinis, umumnya benjolan baru terlihat 10 – 14 hari setelah kelahiran bayi. Benjolan terletak kira-kira dipertengahan otot sternokleido-mastoideus. Pada perabaan teraba benjolan berkonsistensi keras dengan garis tengah 1 – 2 cm, berbatas tegas, sukar digerakkan dan tidak menunjukkan adanya radang. Benjolan akan membesar dalam waktu 2 – 4 minggu kemudian. Akibatnya posisi kepala bayi akan terlihat miring ke arah bagian yang sakit, sedangkan dagu menengadah dan berputar ke arah yang berlawanan dari bagian yang sakit.
Pengobatannya dilakukan sedini mungkin dengan latihan fisioterapi. Tujuan latihan ini adalah untuk meregangkan kembali otot yang sakit agar tidak terlanjur memendek. Dengan pengobatan konservatif yang dilakukan dini dan teratur, benjolan akan hilang dalam 2 – 3 bulan.
5. Perdarahan Subkunjungtiva
Adalah salah satu trauma lahir dibola mata yang dapat dilihat dari luar adalah perdarahan subkunjungtiva.
Hal ini terjadi akibat dari persalinan kala II lama atau akibat dari lilitan talipusat yang erat di daerah leher.
Perdarahan ini ditandai dengan bercak merah di daerah konjungtiva, bulbi. Perdarahan dapat dijumpai pada kelahiran spontan letak kepala, walupun akan lebih sering terlihat pada kelahiran letak muka, atau letak dahi.
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan. Bercak merah didaerah sklera ini umumnya akan hilang sendiri dalam waktu 1 – 2 minggu. Pada waktu proses penyembuhan, bercak tersebut akan mengalami absorpsi dan akan berubah warna menjadi jingga dan kuning. Bila perdarahan sub konjungtiva cukup besar dan dalam riwayat kelahiran bayi ditemukan kesukaran dalam mengeluarkan kepala, maka perlu dipikirkan pula kemungkinan adanya perdarahan yang lebih dalam di bola mata.
6. Nekrosis Jaringan Lemak Subkutis
Trauma lahir ini akan lebih banyak ditemukan pada bayi besar yang mengalami kesukaran pada waktu kelahirannya serta banyak mengalami manipulasi. Trauma ini dapat terlihat pula pada daerah yang mengalami tekanan keras dijaringan kulit dan subkutis, misalnya oleh daun cunam.
Adanya iskemia lokal yang disertai hipoksia atau keadaan hipotensi akan mempermudah kemungkinan terjadinya jenis trauma lahir tersebut.
Gejala klinis ditandai dengan adanya benjolan yang mengeras dijaringan kulit dan subkutis, berbatas tegas dengan permukaan kulit yang berwarna kemerahan. Benjolan pada minggu pertama, tetapi dapat pula sampai minggu ke enam. Lokasi benjolan sering ditemukan ditempat beralaskan keras seperti didaerah pipi, punggung leher, pantat, atau ekstremitas atas dan bawah.
Trauma lahir ini tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya akan hilang sendiri dalam enam sampai delapan minggu.
7. Eritema, Petekie dan Ekumosis
Eritemia sering terlihat pada bayi yang mengalami disproporsi sefola-peink. Trauma ini terlihat di daerah presentasi kelahiran. Di daerah tersebut kulit berwarna merah. Trauma jenis ini dapat ditemukan pula pada kelahiran dengan cunam, terlihat kulit berwarna merah di daerah yang mengalami jepitan daun cunam.
Petekie terlihat sebagai bercak merah kecil-kecil dipermukaan kulit. Kejadian ini disebabkan adanya gangguan aliran darah perifer akibat suatu bendungan. Pada kejadian ini, disamping petekie sering terlihat pula seluruh muka bayi menjadi biru yang memberi kesan seolah-olah bayi mengalami sianosis yang disebut sebagai “Sianosis traumatik”.
Ekimosis merupakan trauma lahir berbentuk perdarahan yang lebih luas dibawah permukaan kulit. Kejadian ini dapat ditemukan di daerah didaerah labia mayora, pantat atau skrotum pada lahir sungsang letak kaki atau pada lahir bayi dengan kaki atau tangan menumbang, maka jenis trauma lahir hematoma ini sering dijumpai didaerah ekstremitas yang menumbang.
Pada hematoma dan ekimosis yang cukup luas perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya penurunan kadar hemoglobin, khususnya pada bayi kurang bulan atau pada bayi akibat absorpsi sel darah merah di daerah trauma lahir tersebut.

Beberapa jenis kaput suksedameum sesuai
presentasi dan posisi kepala
Sefolohematoma ganda (perdarahan subperiostal)

DAFTAR PUSTAKAbook-032

Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologis. Jakarta : EGC.
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta EGC.
Markum, A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

DIAMBIL DARI:
http://ayurai.wordpress.com/2009/04/10/askeb-neo-trauma-kelahiran-pada-bayi-baru-lahir/

ATONIA UTERI

PERSALINAN DENGAN ATONIA UTERI

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999).

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).

Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :

1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
1) Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
2) Kehamilan gemelli
3) Janin besar (makrosomia)
2. Kala satu atau kala 2 memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre eklamsi / eklamsia.

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri adalah :

1. Umur : umur yang terlalu muda atau tua
2. Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grademultipara
3. Obstetri operatif dan narkosa
4. Uterus terlalu diregang dan besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri
6. Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi

Penatalaksanaan Atonia Uteri

1. Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
Pemijatan merangsang kontraksi uterus sambil dilakukan penilaian kontraksi uterus.
2. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.
3. Pastikan bahwa kantung kemih kosong
Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
4. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit
Kompresi uterus ini akan memberikan tekanan langsung pada pembuluh terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi;
5. Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal
Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.
6. Keluarkan tangan perlahan-lahan.

distosia bahu

distosia bahu
DISTOSIA BAHU
Distosia bahu adalah :

 Impaksi bahu depan diatas simfisis
 Ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme/cara biasa
Faktor Risiko
 Kehamilan lewat waktu
 Obesitas maternal
 Riwayat distosia bahu sebelumnya
 Persalinan pervaginam dg tindakan
 Partus lama
 DM yg tidak terkontrol
Diagnosis
 “Turtle Sign”
 Tidak terjadi gerakan/ restitusi spontan
 Gagal lahir dg tenaga ekspulsi
 Adanya faktor risiko hanya ditemukan pada 50 % kasus
Pengelolaan
 A sk for help
 L ift the legs & buttocks
 A nterior shoulder
disimpaction
 R otation of posterior
shoulder
 M annual removal posterior
arm
Distosia bahu bukanlah masalah pada soft tissue ibu, namun episiotomi mungkin dapat memfasilitasi manuver2 tsb

Upaya utk memudahkan melakukan manuver2 tsb :
 Episotomi
 Knee chest position

Hindari 4 P :
1. Panic
2. Pulling : menarik kepala bayi
3. Pusshing : dorongan fundus
4. Pivoting : angulasi kepala

LANGKAH :
 Ask for help : 2 tim
 Lift the legs & buttocks (Mc Robert)

Anterior shoulder disimpaction :
- Eksternal : Massanti
- Internal : Rubin (dg episiotomi)
 Rotation :

Bahu blk :
- Wood
- Wood Corkscrew
 Manual removal of posterior arm (Shwartz) dg episiotomi
 Roll over : ulangi
knee chest (Gaskin)

Ask For Help
 Mintalah pertolongan
 Mintalah ibu untuk kooperatif
 Panggil partner
 Beritahu personel lainnya
Lift the legs & buttocks
 McRobert’s Manuver:
Angkat  Kaki & Bokong
 Fleksi paha ke abdomen
 Sudut inklinasi pelvik berkurang
 Membutuhkan asisten
 70% kasus berhasil lahir dg manuver ini


Anterior Shoulder Disimpaction (Eksternal)
 Disimpaksi bahu depan dengan
penekanan di suprapubis
(Massanti Manuver)
 Abdominal approach
 Diameter biakromial lebih kecil

 Tidak menekan fundus


Anterior Shoulder Disimpaction
(Internal)
 Rubin Manuver
 Vaginal approach
 Adduksi bahu depan dg penekanan pd bag belakang bahu  bahu didorong ke depan ke arah dada
 Pertimbangkan episiotomi
 Tidak melakukan dorongan fundus

A. Diameter Bahu-bahu
B. Bahu yg plg mudah dijangkau di tekan kedepan mnj dada bayi  menyebabkan abduksi kedua bahu, shg diameter bahu-bahu mengecil dan impaksi bahu depan terbebas


Rotasi Bahu Belakang
(Wood)
 Tekan bagian depan dari bahu belakang  kearah punggung bayi
 Dapat dikombinasi dg anterior disimpaction
 Tidak melakukan dorongan fundus
Rotasi Bahu Belakang
 Woods Corkscrew Manoeuver
 Dilakukan simultan dg disimpaksi bahu depan
 Bag depan bahu belakang ditekan, dan dilakukan rotasi 180o ke arah anterior (kearah dada bayi)

Woods Maneuver : Tangan diletakkan di blk bahu blk anak,
kmd dirotasi 180 derajat ke anterior 
impaksi anterior terbebas
Removal Posterior Arm
(Shwartz)
 Lengan bayi biasanya fleksi pd siku
 Bila lengan tidak fleksi Dorong lengan pd siku
 Dorong lengan kearah dada
 Ambil tangan  lahirkan tangan

1. Dengan episiotomi
2. Knee chest position : Memudahkan melahirkan
bahu belakang
Tindakan lain
 Patahkan klavikula
 Zavanelli Maneuver: - menempatkan kembali kepala
di pelvik  SC
 Simfisiotomi
Komplikasi
 Fetal/Neonatal :
1. kematian
2. asfiksia dan gejala sisanya
3. fraktur : klavikula, humerus
4. brachial plexus palsy

 Ibu :
1. Perdarahan post partum
2. Ruptura uteri
 Setelah tindakan :
- Waspada perdarahan post
partum
- Inspeksi adanya laserasi dan
trauma maternal
- Periksa bayi : adakah jejas
- Terangkan tindakan yg telah
dilakukan

di ambil dari;
http://groups.zorpia.com/group/kebidanan/forum/346919

PERAWATAN PAYUDARA

Perawatan payudara selama kehamilan anda adalah salah satu bagian penting yang harus anda perhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya. Saat kehamilan payudara akan membesar dan daerah sekitar putting akan lebih gelap warnanya dan juga lebih sensitive. Semua ini terjadi untuk persiapan tubuh ibu hamil untuk memberikan makanan pada bayinya kelak.



Beberapa tips perawatan payudara selama kehamilan:



* Bila BH anda sudah mulai terasa sempit, sebaiknya mengantinya dengan bh yang pas dan sesuai dengan ukuran anda untuk memberikan kenyamanan dan juga support yang baik untuk payudara anda.



* Bila anda berencana untuk menyusui anda dapat memulai menggunakan bh untuk menyusui pada akhir kehamilan anda. Pilihlah bh yang ukurannya sesuai dengan payudara anda, memakai bh yang mempunyai ukuran yang tidak sesuai dengan ukuran ayudara dapat menyebabkan infeksi seperti mastitis ( suatu infeksi pada kelenjar susu di payudara).



* Persiapkan putting susu anda. Dengan lembut putar putting antara telunjuk dan ibu jari anda sekitar 10 detik sewaktu anda mandi. Jika anda mendapatkan kesulitan atau puting susu anda rata atau masuk kedalam, konsultasikan ke dokter anda, sehingga hal ini dapat diatasi dini untuk mencegah kesulitan nantinya.



* Pada tahap akhir bulan kehamilan, cobalah untuk memijat lembut payudara didaerah yang berwarna gelap (aerola) dan puting susu, anda mungkin akan mengeluarkan beberapa tetes kolustrum (cairan kental bewarna kekuningan dari putting). Untuk membantu membuka saluran susu.



* Bersihkan payudara dan puting, jangan mengunakan sabun didaerah putting dapat menyebabkan daerah tersebut kering. Gunakan air saja lalu keringkan dengan handuk.


DI AMBIL DARI:
© Dr.Suririnah-www.infoibu.com

selaput dara

Ada seorang teman netter menanyakan tentang hymen (=selaput dara). Diantaranya jika melakukan masturbasi apakah akan merusak hymen, kalau robek apakah tidak perawan lagi?

Masturbasi bisa dilakukan baik oleh wanita maupun pria। Secara agama semuanya melarang alias berdosa jika melakukannya…॥jelas nya tanya pak ustad aza yach…kontroversi soal na… Secara kesehatan sebenarnya tidak bermasalah asal tidak menyebabkan gangguan psikologis। Masturbasi pada wanita akankah merusak hymen? jawabannya bisa ya bisa tidak. Karena jika tidak ‘memasukkan’ sesuatu pastinya tidak akan merusak hymen. Lalu jika hymen sampai robek atau rusak apakah dikatakan masih perawan? Sesuai defenisi yang dianut, seseorang dikatakan sudah tidak perawan jika Mrs.V yang bersangkutan sudah dipenetrasi oleh Mr.P. Jadi tidak tergantung robek atau tidaknya hymen. Tanpa penetrasi sering seorang wanita bisa mengalami robekan hymen seperti akibat kecelakaan dan seorang yang sudah dipenetrasi ada juga yang tidak robek, bisa karena tebal dan elastisitas hymen ataupun kaliber Mr.P yang kekecilan.(Sorry bro….punya gw sey gede…heheheh) Hymen yang robek sekarang bisa di reparasi (dijahit kembali=resewed) baik dengan tehnik operasi biasa maupun mempergunakan tehnik canggih. Boleh dikatakan operasinya tidak sulit. Sehingga jelas disini ukuran virgin bukanlah dari utuhnya hymen, melainkan berdasarkan adanya proses penetrasi Mr. P Secara umum masih banyak laki-laki yang mengangungkan utuhnya hymen dengan ditandai adanya ‘FIRST BLOOD’ pada ‘FIRST NIGHT’…oleh karena itu wahai wanita jagalah keutuhan hymen anda. (Memang nggak adil…karena banyak laki2 yang tidak virgin tetapi sulit dilacak…)

Diambil dari:

kuliahbidan.files.wordpress.com