Selasa, 08 September 2009

SENAM KEGEL UNTUK PRIA

Cara melakukan senam kegel
Pertama, anda perlu mengetahui dimana otot ini berada dan seperti apa rasanya sehingga bisa melatihnya. Otot pubococcygeus adalah otot yang sama seperti saat anda menahan kencing. Saat anda kencing, cobalah untuk menahan aliran kencing dan teruskan kembali. Otot untuk menghentikan dan meneruskan kembali aliran kencing itulah otot yang akan dilatih.

Setelah menemukan dan merasakan otot pubococcygeus, anda dapat mulai berlatih. Yang paling gampang dilakukan adalah lakukan kontraksi pada otot ini, tahan selama hitungan 10 detik, kemudian rilekskan. Jika anda tidak dapat menahan kontraksi dalam hitungan tersebut, jangan patah arang, untuk itulah mengapa perlu berlatih senam kegel. Secara bertahap, otot ini akan semakin kuat. Ulangi langkah ini 10 kali pada kesempatan pertama dan tingkatkan intensitasnya pada kesempatan berikut.

Senam kegel selain sederhana dan mudah dilakukan, hanya membutuhkan beberapa menit dalam sehari. Bahkan orang lain tidak akan mengetahui saat anda berlatih kapanpun dan dimanapun. Di dalam mobil, antri ATM, saat berjalan, ketika menonton TV, saat berbaring, duduk, atau saat berjalan di escalator. Intinya, senam kegel bisa dilakukan dan dijadikan kebiasaan positif kapanpun juga.

Untuk hasil terbaik, senam kegel perlu dilakukan secara konstan setiap hari. Hasilnya tidak akan didapat dalam waktu sehari. Kebanyakan orang akan merasakan perubahan setelah 3 atau 4 minggu dengan berlatih beberapa menit setiap hari. Baik wanita maupun pria akan merasakan perubahan menakjubkan dengan kenikmatan saat senggama dan orgasme lebih intensif.

Teknik senam kegel

Teknik senam kegel ini dapat dilakukan selama 6 detik, dan anda dapat menghitung 1, 2 , 3 sampai 6 detik untuk menghitung saat melakukan latihan ini.
1. Kontraksi perlahan (hitung 1 detik )
2. Tetap kontraksi ( detik ke 2 )
3. Tetap kontraksi ( detik ke 3 )
4. Tetap kontraksi ( detik ke 4 )
5. Kontraksikan sekuat mungkin ( detik ke 5 )
6. Rileks ( detik ke 6 ) sebelum mulai langkah pertama kembali.

Anda dapat melakukan langkah tersebut selama kurang lebih 20 menit setiap hari. Dan alternatif lain yang lebih efektif dengan tahapan langkah tambahan sebagai berikut:
1-5. sama seperti diatas
6. Rileks 5 detik
7. Kontraksikan dengan cepat dan keras
8. Rileks (cepat)
9. Kontraksi (cepat)
10. Rileks (cepat)
11. Kontraksi (cepat)
12. Rileks beberapa detik dan mulai lagi pada nomor 1.

Alternatif teknik lain :
1. Kontraksi perlahan 5 detik
2. Kontraksi lebih keras 5 detik
3. Kontraksi sekuat mungkin 5 detik
4. Rileks 5 detik dan ulangi langkah 1

Sabtu, 05 September 2009

RUPTUR UTERI

BAB II

PEMBAHASAN


A. Perlukaan Pada Jalan Lahir

Perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan bayi setelah masa persalinan berlangsung. Perlukaan ini dapat terjadi oleh karena kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan, pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstasi cunam, ekstrasi vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai. Adapun perlukaan pada jalan lahir dapat juga terjadi pada :

a. Dasar panggul pada jalan lahir berupa episiotomi atau robeka perinium spontan.

b. Vulva dan vagina

c. Serviks uteri

d. Uterus.

B. Episiotomi

1. Pengertian

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovainal, otot-otot dan fasia perinium dan kulit sebelah depan perinium.

2. Indikasi

Indikasi episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.

1. Indikasi janin

a. Sewaktu melahirkan janin prematre. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma berlebihan pada kepala janin.

b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstrasi vakum, danjanin besar.

2. Indikasi Ibu

Apabila terjadi peregangan perinium yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perinium, umpama pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekskresi vakum.

3. Teknis

Teknik episiotomi terbagi atas tiga macam yaitu :

1. Teknik E. Medialis

a. Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan procaina 1% - 2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah intritus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral, (epirotomi medio lateralis).

b. Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perinium kiri dan kanan dirafatkan dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perinium dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted sutun) atau secara jelujur. Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput lendir adalah catgut khronik,sedang untuk kulit perinium dipakai benang sutera.

2. Teknik Mediolateralis

a. pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan atau kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakkannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.

b. Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.

3. Episiotomi Lateralis

a. Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral di mulai dari kira-kira pada jam 03.00 atau jam 09.00 menurut arah jam.

b. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbi\ulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke rah dimana terdapat pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.


C. Robekan Perinium

1. Plagestian

Robekan perinium umumnya terjadi persalinan di mana :

1) Kepala janin terlalu cepat lahir.

2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3) Sebelumnya perinium terdapat banyak jaringan parut

4) Pada persalinan terjadi distosia.

2. Jenis/tingkat

Robekan perinium dapat dibagi atas 3 tingkat :

1) Tingkat 1: Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan a/ tanpa mengenai kulit perinium sedikit.

2) Tingkat 2: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir, vagina juga mengenai sfingter ani.

3) Tingkat 3: Robekan yang terjadi mengenai seluruh perinium sampai mengenai otot-otot sfingter ani.

3. Teknik Menjahit Robekan Perinium

1. Tingkat I

Pengertian robekan perinium tingkat 1 dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous sutere) atau dengan cara angka delapan (figune of night).

2. Tingkat II

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perinium tingkat II maupun tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing di klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit perinium dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.

3. Tingkat III

Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2 – 3 dijahit catgut kronik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perinium tingkat II.

D. Perlukaan Vulva

Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu :

1. Robekan Vulva

Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan. Robekan keci; pada labium minus, vestibulum atau bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Pada gambar di bawah terlihat lokasi robekan yang paling sering ditemui pada vulva.












Pada gambar di atas tampak perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau bagian belakang vulva.

Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika luka robekan terdapat disekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.














Perbedaan pada gambar A) robekan pada vulva B) vulva setelah dijahit

Berikut adalah gambar- gambar teknik penjahitan robekan pada vulva :























Gambar 18 – 7. teknik menjahit perlukaan parauretral





















2. Hematoma Vulva

Terjadinya robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagna.

Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan yang senbrono atau pecahnya vasises yang terdapat di dinding vagina dan vuluz. Sering terjadi bahwa penjahitan luka episiotomi yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak dikenali merupakan sebab terjadinya hematome. Tersebut apakah ada sumber perdarahan. Jika ada, dilakukan penghentian perdarahan. Perdarahan tersebut dengan mengikat pembuluh darah vena atau arteri yang terputus. Kemudian rongga tersebut diisi dengan kasa streil sampai padat dengan meninggalkan ujung kasa tersebut di luar. Kemudian luka sayatan dijahit dengan jahitan terputus-putus atau jahitan jelujur. Dalam beberapa hal setelah summber perdarahan ditutup, dapat pula dipakai drain.
















3. Tampon dapat dibiarkan selama 24 jam. Kemudian penderita diberi koagulansia, antibiootika sebagai tindakan profilaksisi terdapat infiksi dan roboransia.






















E. Robekan Dinding Vagina.

Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :

a. Melahirkan janin dengan cnam.

b. Ekstraksi bokong

c. Ekstraksi vakum

d. Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.

e. Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.

Komplikasi

1. Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.

2. Infeksi jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infiksi bahkan dapat timbul septikami.

Penanganan

Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan penangan khusu pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.

Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis.

F. Kolporeksis

Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini dapat memanjang dan melintang.

Etiologi

1. Pada partus dengan disproporsi sefalopelvik. Apabila segmen bahwa rahim tidak terfiksis antara kepala janin dan tulang panggul, maka tarikan regangan ini. Sudah melewati kekuatan jaringan, akan terjadi robekan pada vagina bagian atas.

2. Trauma sewwaktu mengeluarkan plasenta secara manual. Dalam hal ini tangan dalam tidak masuk ke kavum uteri, tetapi menembus forniks posterios, sehingga kavum douglas menjadi tembus/terbuka.

3. Pada waktu melakukan koitus yang disertai dengan kekerasan.

Gejala

Gejala-gejala dari kolporeksis inilebih kurang sama dengan gejala ruptura uteri sehingga tindakan pertolongannya tidak berada dengan tindakan pertolongan ada ruptura uteri.

G. Fistula Vesikavaginal

Etiologi

Fistule ini dapat terjadi karena :

1) Trauma umpamnay sewaktu menggunakan alat-alat

(Perforaktoe,kait dekapitasi, cunam).

2) Persalinan lama (obstructed labor). Dalam hal ini dinding vagina dan dasar vesika urinaria terletak ke dalam waktu yang lama antara kepala dan tulang panggul, sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis jaringa. Beberapahari setelah melahirkan, jaringan nekrosis ini terlepas, sehingga terjadi fistula antara nisika urinaria dengan vagina.

Penanganan

1. Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh trauma pada keadaan ini segera stelah terjadi fistula, kelihatan air kencing mnetes kedalam vagina. Jika hal ini ditemukan, harus segera dilakukan penjahitan luka yang terjadi. Sebelum penjahitan, terlebih dahulu dipasang katetes tetap dalam vistika urinaria, kemudian baru luka dijahit lapis demi lapis sesuai dengan bentuk anatomi visika urineria, yaitu mula-mula dijahit selaput lendir, kemudian otot-otot dinding vesika urineria lalu dinding depan vagina. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus atau jahitan angka delapan (figure of eight suture). Kateter tetap dibiarkan di tempat selama beberapa waktu.

2. Fistule vesikovaginal yang disebabkan oleh karena lepasnya jaringan rekrosis. Dalam hal ini gejala besar kencing tidak segera dapat dilihat. Gejala-gejala baru kelihatan setelah 3 – 10 hari pasca persalinan. Kadang-kadang pada fistula yang kecil, dengan menggunakan kateter tetap (untuk drainase fisika urineria) selama bebeapa minggu, fistula yang kecil tersebut dapat menutup sendiri. Pada fistula yang agak besar, penutupan fistula baru dapat dilakukan setelah 3 – 6 bulan pasca persalinan.

H. Robekan Serviks

Etiologi

Robekan serviks dapat terjadi pada :

1) Partus presipatatus

2) Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam perforatr, vakum ekstraktor)

3) Melahirkan kepala janin pada letak sungsang paksa padahal pemukan serviks uteri dalam lengkap.

4) Partus lama, di mana telah terjadi serviks edem, sehingga jaringan serviks adalah menjadi rapuh dan mudah robek.

Robekan serviks dapat terjadi pada satu tempat atau lebh. Setiap selesai melakukan peralinan operatif pervaginam, letak sungsang, partus presipitatus, plasenta manual, harus dilakukan pemeriksaan keadaan jalan lahir dengan spekulam vagina.

Kompliksai

Komplikasi yang segera terjadi adalah perdarahan.kadang-kadang perdarahan ini sangat banyak sehingga dapat menimbulkan syok bahkan kematian. Pada keadaan ini di mana serviks ini tidak ditangani dengan baik, dalam jangka panjang dapat terjadi inkompetensi serviks (cervisal moompetence) ataupun infestilitas sekunder.

Teknik menjhit robekan serviks

1. Pertama-tama robekan sebelah kiri dan kanan dijepit engan klem, sehingga perdarahan menjadi berkurang a/ berhenti.

2. Kemudian serviks ditarik edikit, sehingga lebih jelas kelihatan dari luar.

3. Jika pinggir robekan dengan catgut khromik nomor ooo. Jahitan dimulai dari ujung robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan (figure of eight suture).

4. Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum dijahit, pinggir tersebut diratakan dengan jalan menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.

5. Pada robekan yang dalam, jahitan harus dilakukan lapis dalam lapis. Ini dilakukan untuk menghindarkan terjadinya hematomi dalam rongga di bawah jahitan.

I. Rupture Uteri

Angka Kematian

Ruptura uteri merupakan suatu komplikasi yang sangat berbahaya dalam persalinan. Angka kejadian ruptura uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1 : 92 sampai 1 : 428 persalinan. Begitu juga angka kematian ibu akibat rupturea uteri masih anak tinggi yaitu berkisar antara 17,9 sampai 62,6 %. Angka kematian anak pada ruptura uteri antara 89,1 % sampai 100 %.

Faktor Prodisposisi

1. Multifaritas / grandimultipara.

Ini disebabkan oleh karena, dinding perut yang lembek dengan kedudukan uters dalam posisi antefleksi, sehingga dapat menimbulkan disproporsi sifalopelvik, terjadinya infeksi jaringan fibrotik dalam otot rahim penderia, sehingga mudah terjadi ruptura uteri spontan.

2. Pemakaian desitosin untuk indikasi atau stimulasi persalinan yang tidak tepat.

3. Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta. Plasenta inkreta atau plasenta perkreta.

4. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikkornis.

5. Hidramnion.

Jenis

1. Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana terdapat rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir.

2. Ruptura uteri traumatik dalam hal ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus minoris pada dinding uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus, seperti parut bekas seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Reptura uteri pada jaringan parut ini dapat dijumpai dalam bentuk tersembunyi (occult) yang dimaksud dengan bentuk nyata/jelas adalah apabila jaringan perut terbuka seluruhnya dan disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang pada bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut yang terbuka, sedang selaput ketuban tetap utuh.

Pembagian jenis menurut anatomik

Secara anatomik reptura uteri dibagi atas :

1. Reptura uteri komplit. Dalam hal ini selain dinding uterus robek, lapisan serosa (pertoneum) juga robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut.

2. Reptura uteri inkomplit dalam hal ini hanya dinding uterus yang robek, sedangkan lapisan serosa tetap utuh.

Gejala

1. Biasanya ruptura uteri didahului oelh gejala-gejala rupture untuk membakar, yaitu his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi.

2. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung dbawah dinding perut, ada nyeri tekan,dan di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umamnya janin sudah meninggal.

3. Jika kejadian ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme dan defenci musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.

Prognosis

Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, memektomi dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.

Penanganan

1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.

2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio sesaria primer.

Selasa, 01 September 2009

anemia

HAMIL WASPADAI ANEMIA


A. LATAR BELAKANG
Anemia merupakan kekurangan zat besi yang biasa diderita oleh wanita hamil pada dasarnya anemia merupakan masalah rasional dan berpengaruh sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20%-89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. How Swie Tjioeng menemukan angka anemia kehamilan 3,8% pada trimester I, 13,6% pada trimester II, dan 24,8% pada trimester III. Akrib Sukarman menemukan sebesar 40,1% di Bogor. Bakta menemukan 50,7% di Puskesmas kota Denpasar sedangkan Sindu menemukan 70% ibu hamil di Indonesia menderita anemia kurang gizi.
Selain itu didaerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi atau kekurangan gizi; kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan; dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah.
B. PENGERTIAN
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Anemia hmil disebut ” potential danger to matter and child (potensial membahayangkan ibu dan anak) ”, karena itulah anemia memerlukan perhatian khusus dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.
Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut menderita anemia bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr %, disebut anemia berat atau bila kurang dari 6 gr %, disebut anemia gravis.
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 – 15 gr % dan hematokrit 35-54 %, angka – angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit dan hemogloblin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal. Sebaiknya pemerintahan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan akhir.
Penyebab anemia umumnya adalah :
1. Kurang gizi ( malnutrisi )
2. Kurang zat besi dalam diet
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan daerah yang banyak : persalinan yang lalu, haid, dll
5. Penyakit-penyakit kronik : tbc, paru, cacing usus, malaria, dll
Dalam kehamilan, jumlah darah bertambah ( hiperemia / hipervolumia )karena itu terjadi pengenceran darah karena sel-sel darah tidak sebanding pertambahannya dengan plasma darah. Perbandingan tersebut adalah :
• Plasma darah bertambah : 30%
• Sel-sel darah bertambah : 18%
• Hemoglobin bertambah : 19%

Secara fisiologis, pengeceran darah ini adalah untuk membantu meringankan kerja jantung.
a.1.1. Bentuk-bentuk Anemia
1. Anemia defresiasi besi (62,3%)
Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan hipokromik serta banyak dijumpai. Penyebabnya sebagai penyebab anemia umumya.
Pengobatan :
Keperluan zat besi untuk wanita hamil, non-hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah :
FNB Amerika Serikat (1958) : 12 mg-15mg-15mg
LIPI Indonesia (1968) : 12mg-17mg-17mg
Kemsan zat besi dapat diberikan peroral atau parenteral
Peroral : sulfas ferasus ata glukonas ferosus denan dosis 3-5x0,20 mg
Parenteral : diberikan bila ibu hamil tidak tahan pemberian peroral atau absorbsi di saluran pencernaan kurang baik, kemasan diberikan secara intramuskuler atan intravera. Kemasan ini antara : imferon, jectofer dan ferrigen.
Hasil lebih cepat dari pada peroral.
a.1.2. Anamia Megaloblastik biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa penyebab:
Kekurangan asam folik
Kekurangan Vit B12
Malnutrisi dan infeksi yang kronit
Pengobatan
Asam Folik 15 – 30 mg per hari
Vit B12 3x1 tablet per hari
Sulfas Ferosus 3x1 tablet per hari
Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban maka dapat diberikan tanfusi darah.
a.1.3 Anemia hipoplasti (8,0%)
Disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang belakang, membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan :
Darah tepi lengkap
Pemeriksaan fungsi sternal
Pemeriksaan retikulosh
Penyebab belum diketahui pasti, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar rontgen atau sinar radiasi
Pengobatan :
Terapi dengan obat-obatan tidak memuaskan mungkin pengobatan yang paling balik yaitu transfusi darah yang yang perlu sering diulang.
a.1.4. Anemia Hemolitik ( sel sickle )(0,7%)
Disebabkan penghancuran / pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
Ini dapat disebabkan oleh :
a) faktor intrakorpuskoler : dijumpai pada anemia hemolitik, heriditer, talasemia, anemia sel sitkle (sabit), hemoglobinopati C,D,G,H,I dan paraksimal noktural hemoglobinuria.
b) Faktor ekstrakorpuskoler : disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam dan dapat beserta obat-obatan : leukimia, penyakit hodgkin,dll.
Gejala utama :
Anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah
Kelelahan dan kelemahan
Gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital
Pengobatan
Bergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya, bila disebabkan oleh infeksinya diberantas dan diberikan obat-obatan penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat membantu penderita.
B. Pengaruh Anemia pada Kehamilan
1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan
a. Bahaya selama kehamilan
• Dapat terjadi abortus
• Persalinan prematuritas
• Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
• Mudah terjadi infeksi
• Ancaman dekoinpensasi kordis (Hb < 6 gr%)
• Mola Hidatidosa
• Hiperemesis Gravidarum
• Pendarahan antepartum
• Ketuban pecah dini ( KPO )
b. Bahaya saat persalinan
• Gangguan his – kekuatan mengejan
• Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi portus terlantai
• Kala kedua berlangsung lama sehingga dapat melelehkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
• Kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan pendarahan postpartum karena atonia uteri
• Kala keempat dapat terjadi pendarahan post partum sekunder dan atonia uteri
c. Pada Kala nifas
• Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan pendarahan post partum
• Memudahkan infeksi puerpertum
• Pengeluaran ASI berkurang
• Terjadinya dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
• Anemia kala nifas
• Mudah terjadi infeksi mainmae
2. Bahaya terhadap janin
Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk :
• Abortus
• Terjadi kematian intro uterin
• Persalinan prematuritas tinggi
• Berat badan lahir rendah
• Dapat terjadi cacat bawaan
• Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinantal
• Intelegensi lemah

SUMBER PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gede.1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998, Sinopsis Obstetri, Jilid I, EGC Jakarta.