Kamis, 12 November 2009

BAB II SK

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KEHAMILAN
2.1.1 Definisi Kehamilan
"Proses kehamilan merupakan mata rantai berkesimbungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan ovum terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi Konsepsi dan pembuahan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta serta tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm".
(Manuaba, 2002 : 81).


Kehamilan berlangsung dalam waktu 280 hari (40 minggu). Kehamilan wanita dibagi menjadi tiga triwulan. Triwulan pertama 0-12 minggu, triwulan kedua 13-28 minggu dan triwulan ketiga 29-40 minggu .
(Manuaba, 1999 : 81).
Masa kehamilan dapat dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama pada haid terakhir. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, pada trimester pertama dimulai dari konsepsi sampai kehamilan berusia 3 bulan, trimester kedua dimulai dari kehamilan usia 4 bulan sampai usia 6 bulan, dan trimester ketiga dimulai dari kehamilan usia 7 bulan sampai usia 9 bulan (Saifuddin, 2002: 89).



2.1.2 Perubahan Fisiologi Kehamilan
Perubahan fisiologi kehamilan meliputi (Hanifa, 2002 : 89):
1. Uterus
2. Vagina
3. Ovarium
4. Payudara
5. Sistem Respirasi
6. Sistem Pencernaan
7. Traktus Urinarius
8. Perubahan Pada Kulit.
9. Metabolisme

2.1.3 Ketidaknyamanan Pada Kehamilan
Selama kehamilan ibu akan mengalami ketidaknyamanan yang bersifat fisiologis, ketidaknyamanan tersebut terjadi sebagai penyesuaian yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan.
Ketidaknyamanan ibu dalam kehamilan adalah:
1. Mual muntah
2. Nyeri punggung bagian bawah
Nyeri punggung terjadi pada daerah lumbosacral di punggung. Nyeri umumnya meningkat pada kondisi hamil karena adanya perubahan postur tubuh dan bertambahnya berat tubuh pada ibu hamil, perubahan ini terjadi karena pembesaran rahim dan peningkatan berat janin. Nyeri punggung juga dapat disebabkan kejang urat, berjalan tanpa waktu istirahat, mengangkat berat berlebihan, terutama jika kondisi ibu hamil dalam keadaan lelah.
( Varney, 1997 : 236).
3. Sering kencing
Turunnya kepala kepala bayi pada kehamilan tua menyebabkan gangguan miksi dalam bentuk sering kencing. Desakan tersebut menyebabkan kandung kencing cepat penuh. Mendekati akhir kehamilan khususnya nullipara dimana bagian presentasinya sering sudah engage sebelum terjadi persalinan, seluruh kandung kemih terdorong ke depan dan ke atas sehingga mengubah permukaan normal yang cembung menjadi cekung (Varney, 1997 : 236).
4. Konstipasi
5. Kram pada kaki
Selama beberapa tahun kram kaki disebabkan oleh ketidakcukupan atau kurangnya asupan kalsium.
6. Leukorrhea
Produktivitas kelenjar servikal dalam mensekresi peningkatan jumlah mucus pada saat ini untuk membentuk mucus servikal mungkin juga berperan menghasilkan leukorrhea.



2.1.4 Tanda Bahaya Kehamilan
Tanda bahaya pada kehamilan (Hyre Anne, 2003: 90):
1. Perdarahan vagina.
2. Sakit kepala yang hebat menetap dan tidak hilang.
3. Perubahan visualisasi yang tiba-tiba ( pandangan kabur, rabun senja ).
4. Nyeri abdomen yang hebat.
5. Bengkak pada muka atau tangan.
6. Bayi kurang bergerak seperti biasa.

2.1.6 Asuhan Antenatal
2.1.6.1 Definisi
Antenatal Care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba, 1998: 129).
Meskipun kehamilan adalah sesuatu hal yang fisiologis, tetapi pada sebagian ibu hamil tidak menutup kemungkinan adanya komplikasa-komplikasi yang membuat kehamilannya bersifat patologis. Untuk dapat mengetahui adanya komplikasi atau berbagai kelainan dalam kehamilan secara dini diperlukan pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan atau antenatal care ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal.
2.1.6.2 Tujuan
Tujuan dari antenatal menurut Manuaba ( 1998 : 129 ) adalah:
a. Dapat mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat pada saat kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan dan nifas.
c. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, nifas, laktasi dan aspek keluarga berencana.
d. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

2.1.6.3 Manfaat
Manfaat pemeriksaan kehamilan adalah dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi hamil sehingga ibu hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke instansi yang lebih tinggi dengan fasilitas yang memadai (Manuaba, 1999 : 129 ).

2.1.6.4 Kebijakan Program
Menurut Saifuddin (2002 : 90), pemeriksaan kehamilan dilaksanakan minimal 4 kali selama kehamilan, yaitu:
1. Satu kali pada trimester pertama.
2. Satu kali pada trimester kedua.
3. Dua kali pada trimester ketiga.
Pelayanan/asuhan standar minimal adalah 7 T yaitu:
1. Timbang berat badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Ukur tinggi fundus uteri.
4. Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid secara lengkap.
5. Pemberian tablet Fe, minimal 90 tablet selama kehamilan.
6. Test terhadap penyakit menular seksual.
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

2.1.6.5 Kebijakan teknis
Menurut (Saifuddin, 2002 : 90), penatalaksanann ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen berikut, yaitu:
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat
2. Melakukan deteksi dini komplikasi
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman
4. Perencanaan antisipasif dan persiapan dini untuk melakuka rujukan jika terjadi komplikasi.




2.2 PERSALINAN
2.2.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Manuaba, 1998: 157).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 sampai 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 sampai 24 jam tanpa komplikasi baik yang terjadi pada ibu maupun bayi (Prawiharjo, 2005: 100).

2.2.2 Tanda-Tanda Persalinan
Tanda persalinan sudah dekat menurut Manuaba (1998 : 165), adalah :
a. Terjadinya his persalinan yang mempunyai sifat : pinggang akan terasa sakit yang menjalar ke arah luar, sifat his teratur dengan interval yang makin pendek dan kekuatan yang semakin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks dan ketika beraktivitas kekuatan his ini akan bertambah.
b. Pengeluaran lendir dan darah sabagai pembawa tanda. Pengeluaran lendir ini disebabkan oleh terjadinya perubahan serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan. Dari pembukaan ini menyebabkan lendir yang terdapat kanalis servikalis lepas dan terjadinya perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
c. Pengeluaran cairan seiring dengan makin luasnya pembukaan. Pada umumnya ketuban pecah menjelang pembukaan lengkap.

2.2.3 Pembagian Tahap Pada Persalinan
Pada persalinan terdapat beberapa tahap antara lain :
1. Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung dari pembulaan nol hingga pembukaan lengkap. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam dan untuk multigravida sekitar 8 jam. Persalinan kala I dibagi kedalam 2 fase yaitu :
a. Fase laten : pembukaan 1-3 cm berlangsung 7-8 jam
b. Fase aktif : pembukaan 4-10 cm berlangsung selama 6 jam
dan dibagi menjadi 3 periode yaitu :
1) Periode akselerasi berlangsung 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.
2) Periode dilatasi maksimal berlangsung 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
3) Periode deselerasi berlangsung lambat dalam 2 jam pembukaan menjadi 10 cm.


2. Kala II
Persalinan kala II bisa diketahui dengan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan telah lengkap atau kepala janin telah nampak di vulva dengan diameter 5-6 cm. Selain itu gejala-gejala utama pada kala II adalah:
a. kontraksi semakin kuat dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50 sampai 100 detik.
b. Pengeluaran cairan ketuban secara mendadak.
c. Adanya keinginan untuk mengejan.
d. Kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi.
e. Kepala akan lahir seluruhnya diikuti oleh putaran paksi luar atau penyesuaian terhadap kepala dan punggung.
f. Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan:
1) Kepala dipegang pada os oksiput dan di bawah dagu, ditarik lembut kebawah untuk melahirkan bahu anterior dan menarik lembut ke atas untuk melahirkan bahu posterior.
2) Setelah bahu lahir kita sangga dan kita biarkan bayi menyusuri tangan kita.
3) Bayi lahir diikuti sisa dari ketuban.
g. Lamanya kala II pada primigravida adalah 50 menit dan pada multigravida adalah 30 menit.

3. Kala III
Kala III terjadi setelah bayi lahir dengan mulai terhentinya kontraksi sekitar 5 sampai 10 menit. Karena sifat retraksi otot rahim setelah bayi lahir pelepasan plasenta pun sudah mulai. Terlepasnya plasenta ditandai dengan:
a. Uterus yang menjadi bundar.
b. Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim.
c. Tali pusat bertambah panjang.
d. Terjadinya perdarahan.
4. Kala IV
Kala IV adalah observasi pada ibu postpartum dengan maksud untuk melakukan observasi karena perdarahan yang paling sering terjadi pada 2 jam postpartum (Hanifa, 2002 : 182).

2.3 RETENSIO PLASENTA
2.4 2.3.1. Definisi Retensio Palsenta
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah bayi lahir (Obstetri Patologi, 2004 : 234). Retensio Plasenta adalah tertahannnya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Sarwono, 2002 : 178).
Retensio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan pada kala III yang berakibat pada kematian ibu, jika tidak ditangani dengan baik. Dengan tertahannya placenta di kavum uteri, maka uterus tidak berkontraksi secara maksimal, yang pada akhirnya keadaan ini menyebabkan terjadinya perdarahan.
Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta yang berulang (habitual retensio plasenta) plasenta harus segera dikeluarkan karena dapat menimbulkan perdarahan, infeksi karena benda mati, dapat terjadi plasenta inkreta, polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma.
Tanda-tanda retensio plasenta :
a) Plasenta belum lahir 30 menit setelah anak lahir
b) Perdarahan
c) Kontraksi uterus baik
d) Perdarahan lanjut
(Sarwono, 2002 : 656).



2.3.2 Jenis Retensio Plasenta
a. Plasenta adhesiva
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plansenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion plasenta sehingga memasuki lapisan miometrium
c. Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan dinding uterus.
d. Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri internum.
(Sarwono, 2002 : 178).
2.3.3 Sebab-Sebab Retensio Plasenta
a. Sebab-sebab fungsional
1) His kurang kuat
2) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), karena bentuknya plasenta membranacea, plasenta anularis), karena ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
b. Sebab patologis anatomis
1) Plasenta accreta
2) Plasenta percreta
3) Plasenta increta (UNPAD, 2002 : 236).
Menurut Mochtar dalam sinopsis obstetri (1998 : 298) sebab terjadinya retensio plasenta adalah :
a. Plasenta belum lepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang menurut tingat perlekatannya dibagi menjadi: plasenta adhevisa yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam, plasenta inkreta dimana vili corialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai miometrium, plasenta acreta yang menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum menembus serosa, dan plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau perotoneum dinding rahim.
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak atau karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar.
Tabel 2.1 Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta
Gejala Eparasi/akreta parsial Plasenta inkarserata Plasenta akreta
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat Dua jari di bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit /tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Kontriksi Terbuka
Separasi plasenta Terlepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.


2.3.4 Indikasi Plasenta Manual
1. Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 400 cc.
2. Retensio plasenta setelah 30 menit bayi lahir.
3. Setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstrasi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir
4. tali pusat putus.
Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti ferporsai dinding uterus, bahaya infeksi dan dapat terjadi invertio uteri (Manuaba, 2002 : 300).
2.3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan retensio plasenta menurut buku Asuhan Persalinan Normal (revisi, 2007) adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga pada semua ibu yang melahirkan pervaginam
b. Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
c. Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM, lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh, ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya. Bila terjadi perdarahan, lakukan manual plasenta
d. Berikan cairan IV: NaCl 0,9% atau RL dengan tetesan cepat dan jarum berlubang besar (16 atau 18 G) untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali normal.
e. Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual plasenta yang harus dilakukan seperti aseptik
f. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya dan penanganan yang akan dilakukan
g. Cuci tangan sampai bagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk bersih
h. Gunakan sarung tangan panjang steril atau DTT
i. Lakukan anestesi verbal atau beri analgesik per rektal sehingga perhatian ibu teralihkan dari rasa nyeri atau sakit
j. Jepit tali pusat dengan klem/kocher, kemudian tegangkan tali pusat sejajar lantai
k. Secara obstetrik masukan tangan kanan (punggung tangan kebawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
l. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten atau keluarga untuk memegang kocher, kemudian tangan kiri penolong menahan fundus uteri
m. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan dalam ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta
n. Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk)
o. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah. Bila implantasi plasenta di korpus belakang, tangan dalam tetap pada sisi bawah tali pusat. Bila implantasi di korpus depan, pindahkan tangan dalam ke sisi atas tali pusat dengan punggung tangan mengahadap ke atas.
p. Gerakan tangan dalam ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan. Catatan: sambil melakukan tindakan perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyulit
q. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus
r. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan
s. Instruksikan asisten atau keluarga yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar (hindari percikan darah)
t. Periksa kelengkapan plasenta
u. Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan
v. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasenta lahir
w. Sementara masih menggunakan sarung tangan, kumpulkan semua barang, bahan atau instrumen bekas pakai dan bersihkan tubuh ibu dan ranjang tindakan. Lakukan dekontaminasi sarung tangan dan semua peralatan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya, lepaaaskan sarung tangan dan segera cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering
x. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan
y. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan yang telah dilakukan
z. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan. Ajarkan ibu dan keluarga tentang asuhan mandiri dan tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi. Minta kelurga segera melapor pada penolong jika terjadi gangguan kesehatan ibu atau timbul tanda-tanda bahaya tersebut.

2.4 MASA NIFAS
2.4.1 Definisi Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan seperti keadaan sebelumnya. Masa nifas berlangsung selama sekitar 6 minggu (Saifuddin, 2002: 122). Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologis yaitu :
1. Penurunan fisik
2. Involusio uteri dan pengeluaran lokhea
3. Perubahan sistem tubuh lainnya
2.4.2 Fisiologi Masa Nifas
Menurut Mochtar, Rustam (1998 : 115) pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan yang bersifat fisiologis, diantaranya:
1. Involusi uterus
Uterus berangsur-angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

Tabel 2.2 Involusi Uterus
Involusi TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 garam
1 minggu Pertengahan pusat symphysis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas symphysis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

2. Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
3. Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit dan anti mules.
4. Lochea
Pada masa puerperium akan terjadi pengeluaran cairan sisa lapisan endometrium dan sisa lapisan implantasi plasenta yang disebut lochea. Pengeluaran lochea dibagi dalam beberapa bagian sesuai dengan jumlah dan warnanya :
a. Lochea rubra terjadi antara 1 sampai 3 hari dengan warna merah dan hitam yang terdiri sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, dan sisa darah.
b. Lochea serosa terjadi 7 sampai 14 hari dengan warna kekuningan, cairan tidak berdarah lagi.
c. Lochea alba yang terjadi setelah hari ke 14 dan berwarna putih dan berisi terutama leukosit dan desidual. Biasanya lochea berbau agak sedikit amis kecuali bila terdapat infeksi dan akan berbau busuk ( Varney, 1997 : 551 ).

2.4.3 Asuhan Masa Nifas
Menurut Saifuddin (2002 : N-23) dalam masa nifas untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi pada masa nifas, paling sedikit dilakukan 4 kali kunjungan :
1. Kujungan yang pertama ( 6-8 jam setelah persalinan )
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan.
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga untuk mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan diantara ibu dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dan mencegah hipotermi.
g. Jika petugas menolong persalinan, harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah persalinan, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2. Kunjungan yang kedua ( 6 hari setelah persalinan )
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnorman, tidak berbau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3. Kunjungan yang ketiga ( 2 minggu setelah persalinan)
Asuhan yang diberikan pada kunjungan ketiga masa nifas sama dengan asuhan yang diberikan pada saat 6 hari setelah persalinan.
4. Kunjungan yang keempat ( 6 minggu setelah persalinan )
a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini.

2.5 BAYI BARU LAHIR
2.5.1 Asuhan Segera Bayi Baru Lahir
Perawatan pada bayi baru lahir meliputi (Acuan APN, 2007: 96):
1. Inisiasi Menyusu Dini
Protokol evidence-based yang baru telah diperbarui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan bahwa :
1). Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam
2). Bayi harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan
3). Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan, prosedur tersebut seperti: memandikan, menimbang, pemberian vitamin K, salep mata dan lain-lain.
Prinsip menyusu/pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan secara eksklusif.
Segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Biarkan kontak ke kulit ini menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri. Apabila ruang bersalin dingin, bayi diberi topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga dapat memberi dukungan dan membantu ibu selama proses bayi menyusu ini. Ibu diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bila diperlukan.
a. Keuntungan Inisiasi Menyusu Dini Bagi Ibu dan Bayi
Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk bayi
1). Mengoptimalkan keadaan hormonal ibu dan bayi
2). Kontak memastikan perilaku optimum menyusu berdasarkan insting dan bisa diperkirakan:
- Menstabilkan pernapasan
- Mengendalikan temperatur tubuh bayi
- Memperbaiki/ mempunyai pola tidur yang lebih baik
- Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu lebih cepat dan epektif
- Meningkatkan kenaikan berat badan (kembali keberat lahirnya dengan lebih cepat)
- Meningkatkan hubungan antara ibu dan bayi
- Tidak terlalu banyak menangis selama satu jam pertama
- Menjaga kolonisasi kuman yang aman dari ibu di dalam perut bayi sehingga memberikan perlindungan terhadap infeksi
- Bilirubin akan lebih cepat normal dan mengeluarkan mekonium lebih cepat sehingga menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir
- Kadar gula dan parameter biokimia lain yang lebih baik selama beberapa jam pertama hidupnya
b. Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk ibu
1). Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu
2). Oksitosin :
- Membantu kontraksi uterus sehingga perdarahan pasca persalinan lebih rendah
- Merangsang pengeluaran kolostrum
- Penting untuk kedekatan hubungan ibu dan bayi
- Ibu lebih tenang dan lebih tidak merasa nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur pasca persalinan lainnya
3). Prolaktin :
- Meningkatkan produksi ASI
- Membantu ibu mengatasi stres. Mengatasi stres adalah fungsi oksitosin
- Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi selesai menyusu
- Menunda ovulasi
c. Keuntungan menyusu dini untuk bayi
1). Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal agar kolostrum segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi
2). Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi
3). Meningkatkan kecerdasan
4). Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan napas
5). Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-bayi
6). Mencegah kehilangan panas
7). Merangsang kolostrum segera keluar
d. Keuntungan menyusu dini untuk ibu
1). Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin
2). Meningkatkan keberhasilan produksi ASI
3). Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-bayi
e. Memulai menyusu dini akan :
1). Mengurangi 22% kematian bayi berusia 28 hari kebawah
2). Meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusif dan meningkatkan lamanya bayi disusui
3). Merangsang produksi susu
4). Memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir
2. Langkah Inisiasi Menyusu Dini dalam Asuhan Bayi Baru Lahir
Langkah 1: Lahirkan, Keringkan dan Lakukan Penilaian pada bayi
1. Saat bayi lahir, catat waktu persalinan
2. Kemudian letakkan bayi di perut ibu
3. Nilai usaha nafas dan pergerakan bayi apa diperlukan resusitasi atau tidak
4. Setelah itu keringkan bayi. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem. Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya dengan halus tanpa membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi
5. Hindari mengeringkan tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan bayi membantunya mencari puting ibunya yang berbau sama
6. Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Hindari isap lendir di dalam mulut atau hidung bayi karena dapat merusak selaput lendir hidung bayi dan menigkatkan resiko infeksi pernapasan
7. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki. Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi serta membantu bayi dapat bernapas lebih baik
8. Setelah satu menit mengeringkan dan menilai bayi, periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil ganda) kemudian suntikkan Intramuskular 10 UI oksitosin pada ibu. Biarkan bayi di atas handuk atau kain bersih di perut ibu.
Langkah 2: Lakukan kontak kulit dengan kulit selama paling sedikit satu jam
1. Setelah 2 menit pasca persalinan, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan 2 jari, kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu. Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama. Pemotongan tali pusat ditunda sampai tali pusat berhenti berdenyut agar nutrien dan oksigen yang mengalir dari plasenta ibu ke bayi lebih optimal.
2. Kemudian pegang tali pusat di antara dua klem tersebut. Satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, dan tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut
3. Ikat puntung tali pusat dengan jarak kira-kira 1 cm dari dinding perut bayi dengan tali yang steril. Lingkarkan tali di sekeliling puntung tali pusat dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul mati di bagian yang berlawanan
4. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu, tapi lebih rendah dari puting
5. Kemudian selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi
6. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Bila perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit
7. Hindari membasuh atau menyeka payudara ibu sebelum bayi menyusu
8. Selama kontak kulit ke kulit tersebut, lanjutkan dengan langkah manajemen aktif kala 3 persalinan
Langkah 3: Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan memulai menyusu
1. Biarkan bayi mancari dan menemukan puting dan mulai menyusu
2. Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi menyusu misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
3. Menunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya hingga bayi selesai menyusu. Tunda pula memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya hipotermi
4. Usahakan untuk tetap menempatkan ibu dan bayi di ruang bersalin hingga bayi selesai menyusu
5. Segera setelah bayi baru lahir selesai menghisap, bayi akan berhenti menelan dan melepaskan puting. Bayi dan ibu akan merasa mengantuk. Bayi kemudian dibungkus dengan kain bersih lalu lakukan penimbangan dan pengukuran bayi, memberikan suntikan vitamin K, dan mengoleskan salep antibiotik pada mata bayi
6. Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu sampai bayi hangat kembali
a. Jika bayi belum melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya
b. Jika bayi masih belum melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan bayi baru lahir dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu
7. Satu jam kemudian, berikan bayi suntikan Hepatitis B pertama
8. Lalu tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Letakkan kembali bayi dekat dengan ibu sehingga mudah terjangkau dan bayi bisa menyusu sesering keinginannya


Lima urutan perilaku bayi saat menyusu pertama kali
Langkah Perilaku yang teramati Perkiraan waktu
1 Bayi beristirahat dan melihat 30 menit pertama
2 Bayi mulai mendecakkan bibir dan membawa jarinya ke mulut 30-60 menit setelah lahir dengan kontak kulit dengan kulit terus menerus tanpa terputus
3 Bayi mengeluarkan air liur
4 Bayi menendang, menggerakkan kaki, bahu, lengan dan badannya ke arah dada ibu dengan mengandalkan indra penciumannya
5 Bayi meletakkan mulutnya ke puting ibu

2. Menjaga Kehangatan Bayi
1) Mengeringkan bayi dengan seksama.
2) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
3) Selimuti bagian kepala bayi.
4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
5) Jangan segera menimbang atau memandikan BBL.

3. Perawatan Tali Pusat
Pada perawatan tali pusat jangan membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan bahan atau ramuan apapun kepuntung tali pusat, mengoleskan alkohol ataupun podivon iodine masih diperbolehkan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat lembab atau basah (Affandi, 2004 : 4-7).

4. Pencegahan Infeksi
Tetes mata profilaksis (larutan perak nitrat 1%) atau salep antibiotik (tetrasiklin 1% atau eritromisin 0,5%) harus diberikan dalam waktu 1 jam pertama setelah bayi lahir. Upaya profilaksis untuk gangguan pada mata tidak akan efektif jika tidak diberikan dalam waktu satu jam pertama kehidupan (Afandi, 2004 : 4).

5. Pemberian Vitamin K
Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin K pada BBL dilaporkan cukup tinggi, berkisar 0,25 - 0,5 %. Untuk mencegah terjadinya perdarahan tersebut, bayi baru lahir perlu diberi vitamin K parenteral dengan dosis 0,5-1 mg secara IM (Hanifa, 2002 : 135).

2.5.2 Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir
Pada bayi baru lahir terdapat tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai, diantaranya (Varney, 2001:291):
1. Kehangatan, suhu tubuh bayi terlalu panas ( Lebih dari 370C ) atau terlalu dingin ( Kurang dari 360C ).
2. Warna kulit bayi kuning ( terutama dalam 24 jam pertama ), biru atau pucat.
3. Pemberian makanan pada bayi sangat kurang karena hisapan yang lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah.
4. Tali pusat berwarna merah, bengkak, keluar cairan, berbau busuk dan berdarah.
5. Bayi tidak bertinja selama 3 hari pertama setelah lahir, tinja lembek, sering dan berwarna hijau tua, ada lendir atau darah pada tinja.
6. Bayi menggigil atau tangis tidak biasa, lunglai , kejang-kejang, menangis terus menerus.
a. Kesulitan bernafas.
b. Bayi lambat memulai respirasi.
c. Bayi Takipnea (respirasi >60 permenit pada bayi aterm).
d. Bayi yang sangat berlendir.
e. Bayi bernafas menggunakan otot nafas tambahan.
7. Bayi terus menerus tidur tanpa bangun untuk makan.
8. Bagian yang berwarna putih pada mata, berubah menjadi kuning dan warna kulit juga tampak kuning, kecoklatan atau seperti buah persik.

2.6 MANAJEMEN KEBIDANAN
2.6.1 Definisi Manajemen Kebidanan
Proses penatalaksanaan kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 1997).

Langkah I
Tahap Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara :
1. anamnesa
2. pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
3. pemeriksaan khusus
4. pemeriksaan penunjang

Langkah II
Interpretasi data untuk mengidentifikasi diagnosa/masalah
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.


Langkah III
Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa /masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.

Langkah IV
Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera, untuk Melakukan Konsultasi, Kolaborasi Dengan Tenaga Kesehatan Lain Berdasarkan Kondisi Klien
Langkah keempat ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada tahap sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau bersifat rujukan.

Langkah V
Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh
Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi/ masalah psikologis.
Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.

Langkah VI
Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri tetapi tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya.

Langkah VII
Mengevaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah. Mengingat bahwa proses penatalaksanaan asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui penatalaksanaan untuk mengidentifikasi mengapa proses penatalaksanaan tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.

2.6.2 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Metoda 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disajikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai catatan kemajuan.
SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis. Pendokumentasian metoda SOAP merupakan kemajuan informasi yang sistematis yang mengorganisir penemuan dan kesimpulan anda menjadi suatu rencana asuhan. Metoda ini merupakan penyaringan intisari dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan pendokumentasian asuhan. SOAP merupakan urut-urutan yang dapat membantu anda dalam mengorganisir pikiran anda dan memberikan asuhan yang menyeluruh.
S = SUBJEKTIF : Informasi atau data yang diperoleh dari apa
yang dikatakan klien tersebut.
O = OBJEKTIF : Data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan
dirasakan oleh bidan sewaktu melakukan pemeriksaan dan hasil laboratorium.
A = ASSESSMENT : Kesimpulan yang dibuat dari data-data
subjektif/objektif tersebut.
P = PLANNING : Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai
dengan kesimpulan yang telah dibuat.






Hubungan manajemen kebidanan dan metode pendokumentasian dengan SOAP dilihat sebagai berikut:

LANGKAH MANJEMEN
KEBIDANAN MENURUT VARNEY LANGKAH DALAM METODE
PENDOKUMENTASIAN DENGAN SOAP
Langkah 1 Pengumpulan Data Pengumpulan data Subjektif (S)
Pengumpulan fata objektif (O)
Langkah 2 Identifikasi masalah / diagnosa Perumusan Aseesment (A) atau analisa dari data subjektifdan objektif
Langkah 3 masalah potensial Pembuatan planning (P) yang merupakan perencanaan, implementasi dan Evaluasi Asuhan
Langkah 4 Kebutuhan terhadap tindakan segera
Langkah 5 Rencana
Langkah 6 penatalaksanaan Asuhan
Langkah 7 Evaluasi

2.7 Partograf
Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif). Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau komplikasi.
Petugas harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :
1. Denyut Jantung Janin. Dicatat setiap 1 jam pada fase laten dan 30 menit pada fase aktif
2. Air Ketuban. Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina.
a. U : selaput utuh.
b. J : selaput pecah, air ketuban jernih.
c. M : air ketuban bercampur mekonium.
d. D : air ketuban bernoda darah.
e. K : tidak ada cairan ketuban/kering.
3. Perubahan bentuk kepala janin
a. 0 : sutura terpisah.
b. 1 :sutura saling berdekatan.
c. 2 : sutura tumpang tindih tapi masih bisa dipisahkan.
d. 3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.
4. Pembukaan mulut rahim (serviks). Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda (X).
5. Penurunan. Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemeriksaan abdomen/luar) diatas simpisis pubis. catat dengan tanda lingkaran (O) pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5, sinsiput (S) atau paruh atas kepala berada dismpisis pubis.
6. Waktu. Menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diterima.
7. Jam. Catat jam sesungguhnya.
8. Kontraksi. Catat setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan detik :
a. kurang dari 20 detik
b. antara 20 dan 40 detik
c. lebih dari 40 detik
9. Oksitosin. Jika memakai oksitosin, catatlah banyaknya oksitosin per volume cairan infus dan dalam tetesan per menit.
10. Obat yang diberikan. Catat semua obat lain yang diberikan.
11. Nadi. Catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar (•).
12. Tekanan darah. Catatlah setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah.
13. Suhu badan. Catatlah setiap 2 jam
14. Protein, aseton dan volume urin. Catatlah setiap kali ibu berkemih.
Jika temuan-temuan melintasi kearah kanan dari garis waspada, petugas kesehatan harus melakukan penilaian terhadap kondisi ibu dan janin dan segera mencari rujukan yang tepat (Saifuddin, 2002: N-12).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar