Kamis, 12 November 2009

BAB V

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Jarak Kelahiran dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan di Bidan Praktek Swasta Ny. O Kabupaten Garut periode Mei – Juni tahun 2008. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan data statistik dilengkapi dengan pembahasan yang didasari oleh perhitungan statistik, pengujian hipotesis serta penjelasan-penjelasan secara statistik dan teoritis. Hasil penelitian tersebut diolah dengan menggunakan uji statistik Chi-kuadrat dan koefisien korelasi rank Spearman dengan taraf uji α = 0,05. Untuk mempermudah dalam pengolahan data statistik, penulis menggunakan alat bantu program SPSS. Hasil (input) SPSS terlampir dalam lampiran.

A. Hasil Penelitian
Hasil pengumpulan data penelitian hubungan antara Jarak Kelahiran dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan di Bidan Praktek Swasta Ny. O Kabupaten Garut periode Mei – Juni tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut:



1. Gambaran Kejadian Ibu Hamil di BPS Ny.O Kabupaten Garut Periode Mei-Juni 2008
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari subjek penelitian sebanyak 30 orang ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di Bidan Praktek Swasta Ny. O Kabupaten Garut periode Mei – Juni tahun 2008, diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Jarak Kelahiran Ibu Hamil di BPS Ny.O Kabupaten Garut periode Mei-Juni 2008

Kejadian Ibu Hamil Frekuensi Prosentase
(%)
Jarak kelahiran < 2 tahun 15 50
Jarak kelahiran 2 tahun 15 50
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebanyak 15 orang (50%) dari seluruh ibu hamil yang menjadi sampel dalam penelitian ini mempunyai jarak kelahiran < 2 tahun. Sedangkan 15 orang (50%) lainnya mempunyai jarak kelahiran 2 tahun.






2. Gambaran Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di BPS Ny.O Kabupaten Garut periode Mei-Juni 2008
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari subjek penelitian sebanyak 30 orang ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di Bidan Praktek Swasta Ny. O Kabupaten Garut periode Mei – Juni tahun 2008, didapat hasil gambaran mengenai kejadian anemia pada ibu hamil. Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi kejadian anemia pada ibu hamil di BPS Ny.O Kabupaten Garut periode Mei-Juni 2008

Kejadian Anemia Frekuensi Prosentase
(%)
Anemia 13 43,3
Tidak Anemia 17 56,7
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 30 orang ibu hamil sebanyak 13 orang (43,3%) ibu hamil menderita anemia, sedangkan 17 orang (56,7%) ibu hamil lainnya tidak menderita anemia.





Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi kejadian anemia pada ibu hamil dengan jarak kelahiran < 2 tahun di BPS Ny.O Kabupaten Garut periode Mei-Juni 2008

Kejadian Anemia Frekuensi Prosentase
(%)
Anemia 10 66,7
Tidak Anemia 5 33,3
Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 15 orang ibu hamil dengan jarak kelahiran < 2 tahun, sebanyak 10 orang (66,7%) ibu hamil menderita anemia, sedangkan 5 orang (33,3%) ibu hamil lainnya tidak menderita anemia.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi kejadian anemia pada ibu hamil dengan jarak kelahiran 2 tahun di BPS Ny.O Kabupaten Garut periode Mei-Juni 2008

Kejadian Anemia Frekuensi Prosentase
(%)
Anemia 3 20
Tidak Anemia 12 80
Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 15 orang ibu hamil dengan jarak kelahiran 2 tahun, sebanyak 3 orang (20%) ibu hamil menderita anemia, sedangkan 12 orang (80%) ibu hamil lainnya tidak menderita anemia.
3. Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Anemia Pada Kehamilan di BPS Ny.O Kabupaten Garut periode Mei-Juni 2008
Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat hubungan antara dua variabel penelitian dengan skala pengukuran ordinal (kategori) adalah metode Chi-kuadrat. Untuk mempermudah proses perhitungan dan pengujian dengan menggunakan metode Chi-kuadrat, maka data hasil penelitian disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5.5 Hubungan Antara Jarak Kelahiran dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan di BPS Ny.O Kabupaten Garut periode Mei-Juni 2008

Komplikasi Kejadian Anemia Total 2 p value
Anemia % Tidak Anemia %
Jarak Kelahiran < 2 tahun 10 33,3 5 16,7 15 4,887 0,027
2 tahun 3 10 12 40 15
Total 13 43,3 17 56,7 30

Berdasarkan tabel di atas, maka hasil analisis hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian anemia pada kehamilan diperoleh nilai 2 hitung = 4,887 dengan nilai p value = 0,027 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 gagal ditolak, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara jarak kelahiran dengan kejadian anemia pada kehamilan.
Adapun untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian anemia pada kehamilan, maka digunakan rumus koefisien korelasi rank Spearman. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai rs = 0,471 dengan p-value = 0,027 (p ≤ 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan jarak kelahiran dengan kejadian anemia pada kehamilan di Bidan Praktek Swasta Ny. O Kabupaten Garut periode Mei – Juni tahun 2008, dengan tingkat kekeratan hubungan adalah berkorelasi sedang.

B. Pembahasan
Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh gambaran bahwa dari 30 orang ibu hamil, sebanyak 15 orang yang memiliki jarak kelahiran 2 tahun dan sebanyak 15 orang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa 50% ibu hamil memiliki jarak kelahiran yang berdekatan. Jumlah 15 orang ini dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu di Indonesia.
Tabel 5.3 menunjukkan gambaran kejadian anemia pada ibu hamil dengan jarak kelahiran < 2 tahun. Sebagaimana yang terlihat pada tabel 5.3, mayoritas 10 orang (66,7%) ibu hamil dengan jarak kelahiran < 2 tahun menderita anemia. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Varney (2001:302) bahwa salah satu penyebab terjadinya anemia pada kehamilan adalah sejarah jarak kelahiran yang teralu dekat.
Manuaba (2001) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi yaitu kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi, gangguan resorpsi, seringnya hamil dan melahirkan atau jarak kehamilan yang terlalu dekat. Mengingat jarak kelahiran memegang peranan penting terhadap kejadian anemia pada kehamilan yang sangat potensial membahayakan ibu dan anak, maka sebaiknya perlu melakukan perencanaan kehamilan dengan menjaga jarak kelahiran. BPS perlu melakukan peningkatan pelayanan kesehatan melalui penyuluhan kesehatan bagi klien (pasiennya) terutama mengenai komplikasi-komplikasi dalam kehamilan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.
Besarnya hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian anemia pada kehamilan di Bidan Praktek Swasta Ny. O Kabupaten Garut periode Mei – Juni tahun 2008 adalah sebesar 0,471 (berkorelasi sedang). Hal ini berarti jarak kelahiran mempengaruhi kejadian anemia pada kehamilan di Bidan Praktek Swasta Ny. O Kabupaten Garut periode Mei – Juni tahun 2008.
Selain faktor jarak kelahiran, menurut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dini (2007) faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada kehamilan adalah faktor paritas dan umur ibu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi kejadian anemia. Artinya ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah. Sedangkan faktor umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena kehamilan pada usia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Selain itu kejadian anemia juga dapat dipengaruhi faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti kurangnya asupan gizi dan gangguan resorpsi. Dengan demikian, selain jarak kelahiran, masih banyak faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya anemia pada kehamilan. Jadi, faktor jarak kelahiran bukan merupakan penyebab mutlak terjadinya anemia pada kehamilan.
Menurut hasil pengamatan yang peneliti lakukan, 9 orang ibu hamil dengan jarak kelahiran < 2 tahun berlatarbelakang pesantren yang berkeyakinan bahwa program KB itu dilarang oleh agama dan 6 orang ibu hamil dengan jarak kelahiran < 2 tahun disebabkan karena yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah suami dan suami melarang istrinya untuk mengikuti program KB. Fenomena ini menunjukkan bahwa program KB belum bisa diterima diseluruh lapisan masyarakat terutama di daerah yang masyarakatnya lebih mematuhi ucapan para kyai dan masyarakat yang berkeyakinan bahwa suami adalah pemimpin yang berkuasa menentukan segala keputusan dalam keluarga. Hal ini bertentangan dengan kesepakatan dalam konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan bahwa salah satu dari hak reproduksi adalah hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak (BKKBN, 2001:139).
Masih menurut BKKBN (2001:141), dalam pelaksanaan program kesehatan reproduksi masih ditemui permasalahan yang berhubungan dengan ketimpangan gender, baik dalam akses informasi maupun pelayanan, kontrol dan peran dalam pengambilan keputusan serta manfaat yang dirasakan. Ketimpangan ini tentu saja mengakibatkan terjadinya isu gender di berbagai elemen kesehatan reproduksi esensial diantaranya Kesehatan Ibu dan Bayi (Safe Motherhood) dan Keluarga Berencana.
Hal yang sering dianggap sebagai isu gender dalam kesehatan ibu dan bayi(Safe Motherhood) diantaranya adalah ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan dalam kaitannya dengan kesehatan dirinya, misalnya menentukan kapan hamil, dimana akan melahirkan, dan sebagainya. Hal ini berhubungan dengan kedudukan perempuan yang lemah di keluarga dan masyarakat. Sedangkan hal yang sering dianggap isu gender dalam Keluarga Berencana adalah perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metoda kontrasepsi yang diinginkan, antara lain karena ketergantungan kepada keputusan suami. Kalau hal ini masih terus dibiarkan terjadi maka program Safe Motherhood dan Keluarga Berencana tidak akan tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar